PENGERTIAN AGAMA SECARA UMUM DAN PENGERTIAN AGAMA ISLAM
pengertian agama adalah suatu ajaran dan sistem yang mengatur tata keimanan/ kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, serta tata kaidah terkait pergaulan manusia dengan manusia serta lingkungannya.
Pendapat lain mengatakan arti agama adalah suatu kepercayaan dan penyembahan terhadap kuasa dan kekuatan sesuatu yang luar biasa di luar diri manusia. Sesuatu yang luar biasa itu disebutkan dengan beragam istilah sesuai dengan bahasa manusia, misalnya; Aten, Tuhan, Yahweh, Elohim, Allah, Dewa, God, Syang-ti, dan lain sebagainya.
B.Pengertian Agama Islam
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam.
Agama Islam dalam istilah Arab disebut Dinul Islam. Kata Dinul Islam tersusun dari dua kata yakni Din (الدين (dan Islam (مس ا .(Arti kata din baik secara etimologis maupun terminologis sudah dijelaskan di depan. Sedangkan kata ‘Islam’ secara etimologis berasal dari akar kata kerja ‘salima’ yang berarti selamat, damai, dan sejahtera, lalu muncul kata ‘salam’ dan ‘salamah’. Dari ‘salima’ muncul kata ‘aslama’ yang artinya menyelamatkan, mendamaikan, dan mensejahterakan. Kata ‘aslama’ juga berarti menyerah, tunduk, atau patuh. Dari kata ‘salima’ juga muncul beberapa kata turunan yang lain, di antaranya adalah kata ‘salam’ dan ‘salamah’ artinya keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, dan penghormatan, ‘taslim’ artinya penyerahan, penerimaan, dan pengakuan, ‘silm’ artinya yang berdamai, damai, ‘salam’ artinya kedamaian, ketenteraman, dan hormat, ‘sullam’ artinya tangga, ‘istislam’ artinya ketundukan, penyerahan diri, serta ‘muslim’ dan ‘muslimah’ artinya orang yang beragama Islam laki-laki atau perempuan (Munawwir, 1997: 654-656). Makna penyerahan terlihat dan terbukti pada alam semesta.
Secara langsung maupun tidak langsung alam semesta adalah islam, dalam arti kata alam semesta menyerahkan diri kepada Sunnatullah atau ‘hukum alam’, seperti matahari terbit dari timur dan terbenam di barat yang berlaku sepanjang zaman karena dia menyerah (islam) kepada sunatullah yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
Ditegaskan dalam al-Quran Surat Ali ‘Imran (3): 83: ِ ين االلهِ ِ د َ ر ْ يـ َ َغ أَفـ ِ ه ْ لَي ِ إ َ ا و ً ه ْ َكر َ ا و ً ع ْ ِض طَو ْ ْالأَر َ ِ ات و َ و َ السم ِ في ْ ن َ م َ لَم ْ أَس ُ لَه َ ُ َون و غ ْ بـ َ يـ ُ َون ع َ ْج ر ُ يـ (آل عمران: )٨٣
Artinya: “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah (mereka) menyerah diri, segala apa yang (ada) di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa. Dan hanya kepada Allahlah mereka kembali (mati).” (QS. Ali ‘Imran [3]: 83).
Dengan demikian Islam mengandung pengertian serangkaian peraturan yang didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada para nabi/rasul untuk ditaati dalam rangka memelihara keselamatan, kesejahteraan, dan Konsep Agama Islam 39 perdamaian bagi umat manusia yang termaktub dalam kitab suci. Islam merupakan satu-satunya agama yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada manusia melalui para nabi/rasul-Nya mulai dari Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad saw. Inti ajaran Islam yang dibawa oleh para nabi ini adalah satu, yaitu tauhid, yakni mengesakan Allah atau menuhankan Allah yang Esa. Tidak ada satu pun di antara para nabi Allah yang mengajarkan prinsip ketuhanan yang bertentangan dengan tauhid. Dalam perjalanannya ajaran Islam kemudian berubah-ubah di tangan para pengikutnya sepeninggal nabi pembawanya.
Umat Nabi Musa tidak lagi bisa mempertahankan Islam yang diajarkan Nabi Musa, begitu juga umat Nabi Isa tidak lagi mempertahankan Islam yang diajarkan Nabi Isa. Kedua agama ini hingga sekarang masih dianut oleh sebagian besar umat manusia dengan segala perubahan yang dilakukan oleh para penganutnya. Karena tidak lagi mengajarkan prinsip tauhid, kedua agama itu tidak lagi bisa disebut Islam. Melalui al-Quran, Allah memberikan nama khusus untuk kedua agama tersebut, yakni Yahudi untuk agama yang dianut oleh para pengikut Nabi Isa.
Ajaran ketuhanan dalam kedua agama ini sudah jauh berubah dari prinsip tauhid, dan sudah mengarah kepada syirik, yakni mengakui keberadaan Tuhan di samping Allah. Dari semua Islam yang ada tersebut, tinggal Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. yang hingga sekarang masih tetap mempertahankan ajaran tauhid dan semua ajaran lain yang secara rinci telah termaktub dalam kitab suci al-Quran. Kitab al-Quran yang masih tetap autentik memberi jaminan akan orisinalitas ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. hingga sekarang. Islam inilah yang merupakan agama terakhir yang berlaku untuk semua umat manusia hingga akhir zaman.
Sebagai agama terakhir, Islam (din al-Islam) memiliki kedudukan yang istimewa dari agama samawi sebelumnya, yaitu: 1. Penyempurna dari agama samawiyah sebelum Nabi Muhammad saw. yang terbatas oleh ruang dan waktu serta pengikut tertentu. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. bersifat universal tanpa terbatas oleh ruang dan waktu, untuk siapa saja, kapan saja dan di manapun manusia berada.
Dalam al-Quran ditegaskan: Konsep Agama Islam
ـ َ ِ رج ْ ِـن دٍ م َ ا أَح َ َ مٌد أَب مح ان ُ َ ا ك َ َ م َ ـول االلهِ ُ س َ ر ْ لَكِـن َ و ْ ُكم ِ ال َ َ َ ـاتم َخ و ُ ـان االله َك َ َ ـين و َ ي ِ النب ا ً يم ِ ل َ ٍ ع ء ْ شي ُكلَ ب (الأحزاب: )٤٠ِ
Artinya: “Muhammad itu bukan sekali-kali bapak dari seorang lelaki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.
” (QS. alAhzab (33): 40). Di ayat lain Allah Swt. menyatakan: َ م َ آو ِ الناس َ لا َ َر ْكثـ ن أَ لَكِ َ ا و ً َذِير ن َ ا و ً ير َشِ ِ لناس ب ِ ل ً ة لا َ كاف ِ َ َ اك إ ْلن َ ْس َون أَر ُ لَم ْ ع َ يـ ( : سـبأ ٢٨( Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan (menjadi Rasul) untuk umat manusia seluruhnya.
” (QS. Saba’ (34): 28). Allah Swt. juga menegaskan: ْ ع ِ ن ْ ُكم ْ لَي َ ْ ُت ع أَْتمَم َ و ْ ُكم َ ِين د ْ ُت لَ ُكم ْل َ ْكم أَ َ م ْ و َ الْيـ ا ً ِين د َ َلام ْ ْ الإِس ُ يت لَ ُكم ِض ُ َ ر َ ِتي و َ م (المائدة )٣ : Artinya: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu dan Aku pilih (ridla) Islam sebagai agamamu.
” (QS. al-Maidah (5): 3). Dengan turunnya QS. al-Maidah (5): 3, selesailah tugas Nabi Muhammad untuk menyatukan umat yang beragama Samawi secara keseluruhan di bawah naungan Islam. 2. Islam mengontrol ajaran-ajaran pokok dari agama samawi yang ada sekarang ini. Agama samawi yang masih ada hingga sekarang (Yahudi dan Nasrani) sudah mengalami perubahan yang cukup berarti, terutama menyangkut konsep ketuhanannya.
Hal ini ditegaskan dalam QS. at-Taubah (9): 30: Konsep Agama Islam
ِ ـت ا الَ َ ق َ و االلهِ ُ ـن ْ اب ٌ ـر ْ يـ َ ز ُ ع ُ ـود ُ ه َ ِ ـت لْيـ الن الَ َ ق َ و االلهِ ُ ـن ْ اب ُ َسِ ـيح َى الْم ـار َ ْ ص ُم ُله ْ َـو ـك قـ َ ِ ذَل ُ االله ُ م ُ لَه َ اتـ َ ق ُ ْل ب َ قـ ْ ن ِ وا م ُ َر َ كف َ ذِين َل ال ْ َو ُ َون قـ ئ ِ ُ َضاه ي ْ ِهم ِ اه َ ْو أَفـ ِ َ ُك َون ب ف ْ ؤ ُ نى يـ (التوبة: أَ ٣٠( Artinya: “Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orangorang Nasrani berkata: "Al-Masih itu putera Allah".
Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. al-Taubah [9]: 30). Ajaran mereka ini dikontrol oleh Islam melalui fiman Allah Swt.
: ُ االله َ ــو ُ ه ْ ُــل ــد ق ٌ َ أَح . ُ االله ُ د َ ــد ْ الصــم . ولَ ُ ي ْ َلم َ ــد و ْ ِ ل َ ي ْ ــد ٌ َلم . َ ا أَح ً ــو ُ ُ ُ كف لَــه ْ ُكــن َ ي ْ َلم َ و :١-٤( الإخلاص(
Artinya: “Katakanlah: (Dia lah Allah Yang Maha Esa), Allah adalah Tuhan bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dan tiadalah beranak dan tiada pula diperanakan. Dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.
” (QS. alIkhlas [112]: 1-4). (Bandingkan dengan QS. al-Anbiya [21]: 25 dan QS. alNahl [16]: 2). 3. Islam mengakui semua para nabi/rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad tanpa membedakan satu sama lain karena ajarannya sama, yaitu tauhid. Yang membedakan di antara mereka adalah dalam hal pelaksanaan hukum (syariah).
Terkait dengan ini Allah Swt. menegaskan:
ا َ ن ْ أَطَع َ ا و َ ن ْ ع َ وا سمِ الُ َ ق َ ِ و ه ِ ل ُ س ُ ر ْ ن ِ دٍ م َ َْ َين أَح ُ ق بـ َر ُف َلا نـ (البقرة: ٢٨٥
( Artinya: “Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya dengan menyatakan: Kami dengar dan taat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 285).
Perbedaan syariah di antara mereka terlihat misalnya dalam hal shalat, puasa, dan yang lainnya. Jika shalat yang diwajibkan sekarang adalah shalat lima waktu sehari semalam, maka shalat yang diwajibkan untuk umat sebelum Nabi Muhammad misalnya hanya dua kali sehari semalam. Dalam hal puasa Konsep Agama Islam juga demikian, misalnya jika puasa yang diwajibkan kepada kita sekarang selama sebulan, yakni puasa di bulan Ramadlan, maka tidak demikian halnya puasa untuk umat-umat sebelum Muhammad, misalnya puasa Nabi Daud dan umatnya sehari puasa sehari tidak sepanjang tahun.
Manusia tak ubahnya sebatas makhluk sosial yang saling membutuhkan sesama. Semandiri apapun manusianya pasti akan butuh dengan bantuan lainnya. Maka dari itu, eksistensi agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW bukan sebatas mengajarkan keyakinan (aqidah) dan ibadah. Tetapi mengajarkan pula betapa pentingnya bermu’amalah dengan sesama makhluk-NYA. Dengan kata lain sering dibahasakan dengan bersosialisasi.
Demikian yang di ucapkan oleh Ustad Ahmad Nuril Farihin kepada Aktual.com di Ciputat, Tanggerang Selatan, Jumat (27/5) saat ia ditanya mengenai cara Rasulullah SAW bersosialisasi. Karena kita sebagai umat Islam mengetahui bahwasanya Rasulullah SAW dalam kesehariannya beliau selalu mengajarkan secara tidak langsung kepada para sahabatnya cara bersosialisasi.
“Betapa tidak, sosialisasi sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW dalam kesehariannya berkerumun dengan berbagai suku dan kabilah, baik Muslim maupun Non Muslim. Keberhasilan sosialisasi tersebut mampu membawa elektabilitas dan kapabilitas sosok dari Rasulullah SAW meningkat diberbagai kalangan jazirah Arab waktu itu. Bahkan, memicu berbagai tokoh yang disegani seperti sahabat Umar untuk mengikuti Risalah Ilahi yang dibawanya.” terang Alumni FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Dengan menganalisis beberapa hadis Nabi yang bisa dijadikan tuntunan dalam keberlangsungan hidup bersosialisasi, sekaligus mengikuti jejak sosial ala Rasulullah SAW yang sering kali kita temui setiap saatnya. Adapun yang diajarkan Rasulullah SAW dapat dilihat dari beberapa point berikut :
Senyum dengan murah
Seringkali Rasulullah SAW menebarkan senyumnya terhadap sesama, baik yang dikenal maupun tak dikenal. Tak peduli diwaktu senang ataupun susah, sebisa mungkin untuk tetap tersenyum. Sampai-sampai terdapat nilai ibadah tersendiri sesuai dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh Sahabat Abi dzar,
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : ” تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ “. رواه الترمذي
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda: Senyummu terhadap saudaramu merupakan sebuah nilai sedekah untukmu.”
(HR. At-Tirmidzi)
Senyum juga dijadikan sebagai tolak ukur kecakapan seseorang dalam bersosialisasi. Setidaknya, ada serangkaian senyum dibalik pertemuannya dengan sesama. Tak pernah lupa bahwa kita bukan diciptakan sendiri di bumi ini, melainkan triliunan makhluk yang diciptakan untuk alam semesta ini.
Memberi maaf dengan mudah
Sering terdengar meminta maaf merupakan hal yang berat, sedangkan memberi maaf jauh lebih berat. Rasulullah SAW tak sebatas itu, bahkan sudah melampaui jauh dari itu. Beliau mampu memberikan maaf tanpa ada yang meminta maaf. Suatu hari ketika ada seorang Arab badui (dari pedalaman desa) yang melakukan kesalahan dengan buang air kecil di Masjid, lalu kanjeng Nabi memberikannya maaf begitu saja, sementara para sahabat yang lain geram untuk memberikan peringatan Arab badui tersebut. Sebagaimana dikisahkan oleh seorang Sahabat sekaligus Khadim Rasulillah Anas bin Malik,
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ بِذُنُوْبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيْقُ عَلَيْهِ
(رواه الشيخان)
“Seorang Arab Badui datang, lalu buang air kecil di serambi masjid. Maka para Sahabat mengecamnya, lalu Rasulullah SAW melarang mereka. Ketika seorang Arab badui tersebut menyelesaikan buang hajatnya (air kecil), Nabi memerintahkan untuk menyiram dan mengalirkan air di tempat buang air kecil tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Toleransi dengan ramah
“Tak perlu menuntut adanya toleransi dari orang lain. Setidaknya, bila kita sendiri sudah memulai toleransi sekecil dan sedini apapun sudah bisa dikatakan meneladani cara bersosialisasi Nabi Muhammad SAW. Terlebih di Negeri kita tercinta Indonesia yang memiliki keanekaragaman Agama dan Budaya, Nabi Muhammad sebagai panutan mengajarkan kita untuk menjunjung tinggi toleransi mulai dari hal-hal yang begitu tak terpikirkan. Kendati terjadi berbagai peperangan, tak ada satupun peperangan yang disebabkan sikap intoleransi umat Islam saat itu. Melainkan faktor internal perebutan kekuasaan yang mendominan dan faktor-faktor lainnya.” ucapnya
Tentu, dengan batas-batas yang boleh dimasuki nilai-nilai toleransi. Dalam hal ini, tegas sekali Allah SWT berpesan dalam Firman-NYA diakhir surat Al-kafirun selain urusan-urusan terkait ibadah. Tetap menjalin hubungan sosial dengan orang-orang diluar non Muslim. Ada kisah unik terkait toleransi yang tak pernah terpikirkan dicontohkan langsung oleh kanjeng nabi dengan membeli makanan dari seorang Yahudi yang bernama Abu Syam dengan cara menggadaikan baju perangnya. Sebagaimana dikisahkan langsung oleh Aisyah Ummi Al-Mu’minin,
أَنَّ رَسُولَ الله اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا لَهُ مِنْ حَدِيدٍ
(رواه الشيخان)
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan waktu tempo, lalu menggadaikannya dengan baju besi miliknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Cerita tersebut sebagai penutup dari cara bersosialisasi ala Rasulullah SAW yang beliau ajarkan untuk diikuti oleh umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya. Dalam hal ini ada 3 point yang bisa kita garis bawahi yaitu, sabar, maaf, dan toleransi (SMT) tak lain untuk tercapainya esensi diutusnya Rasulullah SAW di muka bumi ini sebagai Rahmat bagi alam semesta. Dengan demikian akan terwujud dengan sosialisasi yang baik yang akan mebawa pada Ukhwah Islamiyyah yang berujung pada Ukhwah Basyariyyah.”
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan Pada bangsa Indonesia memiliki kebebasan menganut agama yang terdapat pada Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Warga kenegaraan Indonesia bebas memeluk agama yang telah diakui oleh negara. Adapun agama yang telah diakui bangsa Indonesia yaitu: Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu, dan Konghucu. Setiap warga Indonesia hanya boleh menganut satu agama yang dipercayai sebagai pedoman dalam hidupnya. Sebagai daerah yang memiliki masyarakat yang beranekaragam penganut agamanya sering kali terjadi konflik antar pemeluk agama bila tidak dijaga dengan baik, namun bukan berarti keberagaman agama pada sebuah masyarakat akan selalu terjadi konflik. Keharmonisan dalam kehidupan beragama dapat saja terjadi jika kehidupan bergama dipelihara dengan baik pada masyarakat yang beranekaragam penganut agamanya. Masyarakat yang beranekaragam penganut agama yang mediami satu wilayah juga terdapat pada masyarakat di kelurahan Senggarang. Masyarakat Senggarang yang terdapat lima penganut agama yaitu; Islam, Katolik, Kristen, Budha, dan Konghucu, Umat beragama dikelurahan Senggarang jaga memiliki sarana peribadatannya masing-masing dan mereka pun dapat hidup bersama dalam satu wilayah yang sama. Pada kehidupan beragama di Kelurahan Senggarang mereka dapat hidup bersama tanpa mempersoalan perbedaan, hal ini disebabkan karena adanya sebuah nilai-nilai yang dijadikan pedoman bagi masyarakat Senggarang seperti: 108 kebebasan beragama bagi masyarakat Senggarang untuk memeluk agama yang diyakini, mereka dapat melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama masing-masing tanpa ada larangan maupun gangguan dari umat beragama yang berbeda, mereka dapat bergaul satu sama lain tanpa membeda-bedakan agama dan juga saling menghargai, menghormati serta saling tolong menolong antar sesama umat beragama tanpa adanya diskriminasi, dan menghargai ajaran agama yang berbeda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar